Text
Tanah para bandit
Usia lima belas tahun, aku menemukan tempat rahasia. Lokasinya berada di tengah hutan lebat, di lereng-lereng terjal Bukit Barisan. Dengan pohon-pohon tinggi. Semak belukar yang susah ditembus. Tumbuhan pakis, lumut, juga belalai rotan. Pertama kali aku menemukannya, kakiku, tanganku, juga bagian tubuh lain tidak terhitung meninggalkan baret dari duri, onak, atau ujung daun yang tajam, pun bisa membuat luka.
Aku tidak sengaja menemukannya. Aku sedang sedih, jadi aku pergi dari rumah panggung milik Abu Syik-kakekku. Mungkin sama seperti anak perempuan lainnya, setelah dimarahi oleh orang tua, menangis, kabur dari rumah. Tapi di tengah hutan lebat begini, kemana aku harus 'kabur'? Talang, atau perkampungan tempat aku tinggal berada di lembah yang dikelilingi hutan lebat. Tidak ada mall, tempat wisata, atau tempat nongkrong di sini. Satu-satunya tempat pelarianku adalah hutan itu. Maka aku berjalan tidak tahu arah masuk ke dalamnya. Berjam jam.
Di sini, para penjahat dibesarkan sejak buaian. Dilatih lewat kebohongan. Dididik dengan kemunafikan. Diajarkan melalui ketidakpedulian.
Di sini, semua bisa diatur sepanjang ada uangnya. Yang bodoh bisa menjadi pintar seketika. Yang tidak layak bisa segera memenuhi syarat. Yang bersalah bisa jadi benar. Yang bengkok bisa diluruskan. Tidak suka lurus? Mari dibengkokkan lagi.
Di sini, di Tanah Para Bandit, tidak ada lagi beda antara penjahat bejat dengan tuan nyonya terhormat. Mencuri, merampok hak orang lain, lumrah saja. Ayo, jangan terlalu serius, Kawan. Kita berpesta malam ini.
No other version available